Minggu, 01 Juni 2008

KPMG Terlibat Upaya Manipulasi Pajak

Senin, 7 Oktober 2002

dari koran Tempo

JAKARTA - Konsultan bisnis internasional, Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) Consulting Inc., terlibat upaya manipulasi pajak senilai Rp 4,2 miliar di Indonesia. Akibat kasus ini, anak perusahaannya PT Barents Indonesia didenda Rp 2 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Terungkapnya kasus ini berawal dari gugatan Inghie Kwik kepada Barents Indonesia yang telah mencopotnya sebagai direksi di perusahan konsultan itu. Inghie dipecat karena dirinya ngotot membayarkan tunggakan pajak, yang dianggap bukan kewenangannya.

Gugatan tersebut dilayangkan putra Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie ini pada 31 Januari lalu. Atas gugatan tesebut, majelis hakim pengadilan yang diketuai IDG Putrajadnya pada 8 Agustus lalu telah mengeluarkan keputusan yang memenangkan gugatan Inghie.

Dalam salinan putusan pengadilan disebutkan bahwa Barents beserta komisaris Barents: Darwin Johnson dan Harvey Galper, telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Sebagai sanksinya, mereka diminta membayar ganti rugi Rp 2 miliar kepada Inghie. Citibank yang telah memblokir rekening Barents juga dinyatakan bersalah dan diminta membayar Rp 5 ribu. Atas keputusan ini, para tergugat telah menyatakan banding.

Berdasarkan dokumen otentik pengadilan yang diperoleh Koran Tempo, diketahui bahwa gugatan Inghie ke Barents sesungguhnya dilatarbelakangi upaya manipulasi pajak oleh KPMG Consulting Inc. (AS), induk Barents.

Menurut laporan CK Liew, konsultan pajak pada kantor akuntan publik KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono, Barents memiliki tunggakan pajak Rp 4,2 miliar untuk tahun buku 1999-2001.

Beban pajak itu berasal dari pendapatan Barents sebagai konsultan dalam proyek Bank Danamon, Bank Mandiri, Lippo, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Chase, dan Asbin selama Agustus 1999 hingga Mei 2001 yang totalnya mencapai US$ 2,06 juta (Rp 18,5 miliar).

Berdasarkan ketentuan perpajakan, Barents Indonesia seharusnya menyetorkan pajak sebesar 20 persen dari fee yang diterimanya. Sebab, pekerjaan itu kenyataannya dilakukan oleh para pekerja asing dari Barents LLC (AS) dan KPMG Consulting yang berbasis di Boston (AS).

Menurut kalkulasi Liew, pajak yang harus dibayarkan Barents mencapai Rp 3,4 miliar. Jika ditambah denda tunggakan Rp 767 juta, totalnya menjadi Rp 4,2 miliar.

CK Liew mengirimkan laporan itu melalui suratnya ke Inghie pada 14 Juni 2001, setelah Inghie diminta kembali aktif di Barents Indonesia. Sebelumnya, Barents sempat tak beroperasi akibat krisis ekonomi pada 1997. Namun, kemudian kembali dioperasikan setelah Barents LLC diakuisisi KPMG pada 1998 lalu.

Menanggapi laporan ini, Inghie dalam surat elektronik yang dikirimkan kepada Direktur Pajak Perusahaan KPMG Consulting James S. Kavanah meminta agar pajak segera dibayarkan. Namun, Kavanah menolak.

Dari Liew dan Presiden Direktur Barents Indonesia Michael Morris, Inghie bahkan mendapat informasi adanya pertimbangan untuk membuat pembukuan baru dan merekayasa biaya konsultan seolah-olah untuk staf lokal. "Memang bisa menurunkan pajak, tapi ini ilegal," kata Inghie dalam suratnya ke Kavanah.

Sehubungan dengan itu, Inghie tetap membayarkan pajak pada 10 Juli dan 16 Agustus 2001, masing-masing Rp 2,3 miliar dan Rp 1,14 miliar. Akibatnya, Inghie dipecat karena dianggap menyalahi kewenangannya.

Ketika dimintai konfirmasinya, Inghie membenarkan soal gugatannya, meski, "Saya tidak mau berkomentar dulu," ujarnya. Partner senior kantor akuntan KPMG-Siddharta, Achmadi Hadibroto, juga menolak berkomentar. "Untuk masalah itu, saya no comment," kata Ketua Ikatan Akuntan Indonesia ini kepada Tempo News Room.

Secara terpisah, Subani dan Mohamadiantoro dari kantor hukum Amir Syamsuddin & Partners, kuasa hukum Barents, menyatakan bahwa kewajiban pajak Barents kini telah dilunasi. "Orang-orang asing itu patuh pada kewajibannya," katanya.

Namun, keduanya mengaku tidak tahu soal adanya upaya rekayasa pajak dan keterlibatan staf asing. "Oh... kalau itu saya tidak tahu." Yang jelas, tuturnya, berbagai surat elektronik yang diserahkan Inghie ke pengadilan tidak bisa dijadikan bukti hukum. metta dharmasaputra/yura syahrul-tnr

Batu Sandungan Kedua

September tahun lalu, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.

Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.

Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan. metta

Tidak ada komentar: